Sepeda dan bersepeda

Ketika negara api belum menyerang, aku (insyaa Allah) rutin berenang, kalau ga sabtu siang / minggu pagi di Bengawan Sport Centre. Lumayan, sekitar 1 jam, rekor terakhir 600 mt (lagi mau naik ke 750 mt).

Maret 2020, negara api mulai menyerang, auto berhenti semua aktivitas outdoor yang "ga penting". 3 bulan disiplin, pergi hanya ke kantor. Minggu full di rumah. Setelah lebaran, mulai merasa pengin dan butuh olga lagi. Karena kolam renang umum masih tutup, akhirnya menyasar ke hotel. Memang sepi sih, tapi mehong hahahaha. 

Baca2 di medsos, kok kemudian pada muncul sepeda-an ya. Tapi aku ga punya sepeda. Akhirnya nemu sepeda di gudang, punya anak2 pas sekolah. Minta ijin untuk dipakai, dibersihkan dan dipompa. Lumayan lah, masih oke.  

Akhirnya tg 31 Juli, setelah sholat Ied Adha, mencoba bersepeda dengan route : mliwis (mau lapor bahwa sepeda bisa dipakai dengan baik dan benar), lalu ke daerah pasar kembang (beli pakan kucing) dan pulang. Sekitar 1 jam, dan hasilnya adalah badan sakit semua, bhuahahahaha, karena sudah berbulan-bulan ga olga.

Naik sepeda terakhir adalah SMP, kalau ada kegiatan Pramuka di sekolah pas sore hari. Berarti sudah 30 tahun lebih. Dan dulu namanya sepeda hanya mengayuh pedal dan rem. Sepeda sekarang ternyata ada giginya. Yuh, ga mudeng blas.

Sepeda-an sendiri, buat route sendiri, menentukan jadwal sendiri. Ketentuan awal : sebangunnya (menikmati libur), berangkat gowes (sekitar jam 07.00), jalan 1 jam, terus balik kanan.  Masih apa adanya banget. Belum kenal aplikasi untuk mengukur km dll.

Gowes ke-2, route jurug, arah jaten, belok bremoro menuju bekonang, tembus pasar kliwon, balik rumah. Tiap 30 menit berhenti karena menggos. Entah berapa km.

Gowes ke-3 sudah mengenal aplikasi, sehingga bisa tahu jarak tempuh. Menuju arah Sukoharjo, sampai kantor Bupati, balik kanan. Lumayan 26 km. 

Masalah utama ternyata adalah pantat yang sakit, kalau kaki capek sih ga terlalu. Mulai bertanya dan mencari, akhirnya beli celana padding, yang ada busa nya, ternyata sangat membantu.

Dari hasil postingan, kemudian diajak masuk wag gowesser teman2 SMA, yuh ... minder berat aku, secara baru gowes 3x dan ala2 aku banget, route suka2 dan semuanya suka2 juga. Tapi teman2 sangat memotivasi, karena syarat keanggotaan hanya : pernah naik sepeda, share foto sebagai bukti dan share cerita untuk nambah wawasan. Oke lah kalau gitu.

Ternyata teman2 juga selama ini gowes sendiri2 atau dengan teman yang lain, belum pernah gobar. Akhirnya dibuat rencana untuk gobar perdana tg 20 Agustus 2020 saat libur tahun baru Muharram. Kumpul di Balai Kota yang tengah, route dalam kota sambil poto2. Ternyata menyenangkan juga bisa gobar dengan teman2 : nambah wawasan, bercanda, mempererat tali silaturahim, poto2, makan2 hahaha.


Dan yang paling penting adalah : mereka memberi tantangan2 baru. Setelah gobar perdana, kemudian diajak ke Waduk Cengklik. Untuk aku saat itu, rasanya sudah jauh banget, dan kaya ga yakin bakal bisa apa ngga. Tapi so far aku selalu : jalani aja, ga kuat ya berhenti, mentok banget ya balik kanan. 

Titik kumpul (tikkum) di rumah Dini di Jajar. Sampai De Tjolomadoe aja aku sudah menggos. Mulai diajari cara makai dan mindah gigi, karena nanti akan lewat flyover yang nanjak. Ketika berhasil melewati tanjakan flyover, rasanya senang banget. Dan ketika sampai Cengklik, rasanya sudah meraih sebuah prestasi hehe. Akhirnya mucul istilah "Wisuda" di Waduk Cengklik, karena : secara jarak sudah 28 km <, lumayan jauh, ada tantangan tanjakan. Sah jadi anggota Smansa90wesser 😍.


Efek gobar, beberapa teman akhirnya pengin gabung, sip ... sip. Tantangan selanjutnya adalah ke Pengging. Semakin wow ini. 

Gobar berikutnya, dengan jumlah anggota yang nambah, kita ke Pengging. Baru sampai daerah Soto Ngasem aja, aku sudah minta berhenti di Indomart, jiyahhhh .... Btw akhirnya sampai juga sih di Pengging, pp lumayan 40 km <. Menu wajib adalah soto dan poto hahaha. 


Akhirnya tiap minggu kita gobar, dengan route berganti-ganti dan selalu ada tantangan baru. Jauh, nanjak, berbagai jenis medan (jalan halus, jalan jelek, paving kasar, tanah, dll). Semua harus bisa dilalui. 

Dari yang kostum pribadi, kemudian buat seragam. Dari dalam kota, kemudian merambah ke luar kota. Kemewahan di Solo adalah dekat dengan daerah penunjang : Solo Raya, jadi setiap saat kita muter ke Boyolali, Sukoharjo (yang sering).

Dari sepeda biasa, mulai mikir beli sepeda yang lebih proper (setelah melewati bertanya2, search, riset, dll). 

Setahun pencapaian, cukup luar biasa juga sih hehe. Subosukowonosraten terlampaui. Dengan jarak max 75 km. Not bad lah. Kadang sendiri, kadang rame2, tergantung sikon. Jika sendiri, aku mencari tantangan untuk diri sendiri, route dimana kira2 yang lain ga terlalu "suka". Aku pribadi lebih ke endurance, jauh tapi datar. Karena ada yang suka nanjak2 hehe. Aku juga menulis semua pengalaman dari gowesser pemula, setiap ilmu baru yang aku terapkan, aku share, semoga bisa menajdi inspirasi bagi yang lain.


Sudah memasuki tahun ke-2, dimana kondisi belum sepenuhnya baik. Kolam renang juga masih "resiko", maka sepeda benar2 menjadi alternatif olga buat aku. Bersama teman2, acara gobar menjadi sangat variatif, menambah wawasan, pengalaman, ilmu, dan meningkatkan kemampuan. Dari route perih, route happy2, dan route suka2 hahaha.

Akhirnya sampai juga pada edisi menantang diri untuk mencapai 100 km. Saat yang lain libur gowes, saat aku merasa siap, saat cuaca mendukung, maka berangkatlah seorang diri, dengan 1 tujuan : Prambanan, karena pas 100 km. Berangkat pagi buta, walau agak ngeri2 sedap, tapi di Solo relatif aman (sambil selalu berdoa). Teman2 gowesser selalu menyapa dan memberi semangat. Start jam 4.20, sampai Prambanan jam 7.50. Pas pulang cuaca mendung jadi ga panas. Start jam 8.20 sampai rumah jam 12. Done, my gran fondo.



Saat ini sih pandemi mulai mereda, walau harus tetap waspada. Th 2022 beberapa kegiatan yang dulu hilang, akan kembali diaktifkan. Semoga tetap bisa gowes bareng teman2, tetap konsisten untuk menjaga kesehatan.

Salam sehat selalu ya teman2 💓

Komentar